Rabu, 10 Juni 2009

Kecerdasan

Apakah Kecerdasan Itu?

Apakah setiap orang dilahirkan dengan kecerdasan yang telah ditakdirkan? Apakah kecerdasan masih bisa ditumbuhkembangkan? Apakah kecerdasan itu dapat diukur? Untuk bisa menjawab semua pertanyaan tersebut, kita harus mengetahui apakah kecerdasan itu? Beberapa ensiklopedi mendefinisikan kecerdasan sebagai berikut.

1. Kecerdasan adalah kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman; kemampuan untuk mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan; kemampuan mental.

2. Kemampuan untuk memberikan respons secara cepat dan berhasil pada suatu situasi yang baru; kemampuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan masalah.

3. Kemampuan untuk belajar, mengerti, dan bernalar; kemampaun mental.

4. Kemampuan untuk mempelajari fakta-fakta dan keahlian-keahlian serta mampu menerapkan apa yang telah dipelajari, khususnya bila kemampuan ini telah berhasil dikembangkan.

Satu hal yang harus kita pahami adalah sangat sulit mendefinisikan kata cerdas. Ada banyak faktor yang memengaruhi cara kita memberikan definisi, bisa berupa pengalaman hidup, latar belakang pendidikan, kebudayaan, suku, agama, lokasi, dan lain-lain. Namun dari semua definisi yang ada, para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan cerdas harus mengandung dua aspek berikut.

1. kapasitas untuk belajar dari pengalaman.

2. kemampuan beradaptasi.

Selama ini kita terpaku pada pengertian bahwa orang yang cerdas pasti pintar sekolahnya, nilainya pasti baik. Kita mengukur kecerdasan hanya berdasarkan proses akademik. Kita dengan sangat mudah menentukan kecerdasan seseorang dengan berdasarkan hasil tes IQ (Intelligence Quotient).

Ternyata ada banyak teori kecerdasan yang mendefinisikan kecerdasan sesuai dengan pandangan teori tersebut. Teori kecerdasan yang populer di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Kecerdasan Umum/General Intelligence (G)

Teori kecerdasan umum dicetuskan oleh Charles Spearman, seorang ahli psikologi dari Inggris pada awal 1900. Teori ini berpendapat bahwa manusia mempunyai sebuah kemampuan mental umum yang mendasari semua kemampuannya untuk menangani kerumitan kognitif. Faktor G ini dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan pemecaham masalah, pemikiran abstrak, dan keahlian dalam pembelajaran.

2. Kecerdasan Cair dan Kecerdasan Kristal/Fluid Intelligence and Crystalized Intelligence

Teori kecerdasan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori general intelligence. Dalam teori ini dinyatakan bahwa ada dua macam kecerdasan umum, yaitu kecerdasan cair dan kecerdasan kristal. Kecerdasan cair adalah kecerdasan yang berbasis pada sifat biologis. Kecerdasan cair meningkat sesuai dengan pertambahan usia, mencapai puncak saat dewasa, dan akan menurun pada saat tua karena proses biologis tubuh. Sedangkan kecerdasan kristal adalah kecerdasan yang diperoleh dari proses pembelajaran dan pengalaman hidup. Jenis kecerdasan ini dapat terus meningkat, tidak ada batas maksimal selama manusia masih bisa dan mau belajar. Teori ini dicetuskan oleh Raymond Cattel dan John Horn pada tahun 1960-an.

3. Kecerdasan yang Dapat Dimodifikasi/ Modifiable Intelligence

Teori ini dikembangkan oleh Reuven Feuerstein yang bekerja dengan anak-anak cacat mental. Ia mengidentifikasi tahap-tahap perkembangan kemampuan berpikir dan merancang suatu metode untuk mengajar anak tersebut. Tujuannya adalah mengajarkan keahlian berpikir dan memodifikasi keahlian kognitif dengan dasar kejadian atau pengalaman yang dialami anak tersebut.

4. Kecerdasan Proksimal/Proximal Intelligence

Menurut Leo Vygotsky, cara menguji perkembangan kognitif seorang anak dilakukan tidak hanya dengan memerhatikan kronologis dan usia mental anak, tetapi juga dengan memerhatikan kapasitas potensi anak tersebut. Caranya adalah dengan membandingkan kemampuan anak menyelesaikan suatu permasalahan seorang diri dan dengan mendapat bantuan seorang guru. Perbedaan antara dua hasil pengukuran ini merupakan ukuran wilayah dan arahan terhadap potensi anak.

5. Kecerdasan yang Dapat Dipelajari/Learnable Intelligence

Inti teori yang dicetuskan oleh David Perkins dari Harvard ini adalah bahwa kecerdasan dipengaruhi dan dioperasikan oleh beberapa faktor dalam kehidupan manusia. Faktor tersebut adalah sistem otak, pengalaman hidup, dan kapasitas untuk melakukan pengaturan diri.

6. Kecerdasan Perilaku/Behaviour Intelligence

Profesor Arthur Costa dari Institute of Intelligence di Berkeley melakukan riset terhadap kecerdasan sebagai suatu kumpulan dari kecenderungan perilaku. Yang termasuk kecerdasan adalah keuletan, kemampuan mengatur perilaku impulsif, empati, fleksibilitas dalam berpikir, metakognisi, menguji akurasi dan ketepatan, kemampuan bertanya dan mengajukan pertanyaan, menerapkan pengetahuan yang didapatkan sebelumnya, ketepatan penggunaan bahasa dan pikiran, mengumpulkan data melalui panca indra, kebijaksanaan, rasa ingin tahu, dan kemampuan mengalihkan perasaan.

7. Kecerdasan Tri Tunggal/Triarchic Intelligence

Menurut Prof. Robert J. Stenberg, seorang yang berhasil pasti mempunyai keseimbangan dalam kecerdasan kreatif, analisis, dan praktis. Kecerdasan kreatif meliputi kemampuan mengenali dan merumuskan ide yang baik dan solusi untuk masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Kecerdasan analisis digunakan saat secara sadar mengenali dan memecahkan masalah, merumuskan strategi, menyusun dan menyampaikan informasi dengan akurat, mengalokasikan sumber daya, dan memantau hasil yang dicapai. Kecerdasan praktis adalah kecerdasan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk bisa bertahan hidup. Kecerdasan ini meliputi keberhasilan mengatasi perubahan dan kumpulan pengalaman dalam mengatasi berbagai masalah.

8. Kecerdasan Moral

Teori kecerdasan moral dicetuskan oleh Robert Coles. Teori ini didasari oleh bagaimana lahir dan terbentuknya nilai hidup dalam diri seorang anak. Kita menjadi apa yang kita jalani dan apa yang kita jalani dalam hidup kita dituntun oleh orang yang berpengaruh dalam hidup kita. Coles yakin bahwa anak dapat menjadi lebih cerdas dan dapat mempelajari empati, rasa hormat, dan bagaimana hidup berdasarkan pada prinsip dan nilai hidupnya.

9. Kecerdasan Emosional/Emotional Intelligence

Menurut Daniel Goleman, dalam kecerdasan emosi terdapat lima komponen penting dan kombinasi dari masing-masing komponen ini memiliki nilai yang lebih penting dari pada IQ. Elemen tersebut adalah kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengatur hubungan/relasi.

10. Kecerdasan Majemuk/Multiple Intelligence

Kecerdasan ini dicetuskan oleh Prof. Howard Gardner dari Harvard. Menurutnya, manusia mempunyai lebih dari satu kecerdasan. Teori kecerdasan Gardner mengatakan bahwa seorang manusia paling tidak memiliki delapan kecerdasan, yaitu linguistik, logika-matematika, intrapersonal, interpersonal, naturalis, musikal, visual-spasial, dan kinestetik.

Kedelapan kecerdasan ini bekerja sama dalam satu jalinan yang unik dan rumit. Setiap manusia memiliki kecerdasan ini dengan kadar perkembangan yang berbeda-beda.

Teori ini merupakan terobosan baru yang booming saat ini. Hal ini disebabkan karena menurut teori ini setiap manusia pasti memiliki kecerdasan. Teori ini mendobrak sistem yang selama ini diagung-agungkan dan digunakan dalam mengukur kecerdasan seseorang dengan tes IQ. Dengan teorinya, Howard Gardner mengubah cara kita memandang kecerdasan.

Lebih dari sekedar penjabaran tentang sifat kecerdasan, teori kecerdasan ini telah memengaruhi para pendidik dan sekolah-sekolah di seluruh dunia. Berdasarkan teori ini, banyak dikembangkan metode-metode pengajaran baru.

Penyalahgunaan Tes IQ dan Penggunaannya yang Berlebihan

Uji kecerdasan yang kita kenal selama ini adalah uji kecerdasan yang berawal dari hasil kerja Alfred Binet, seorang psikolog Prancis. Pada tahun 1904, ia diminta oleh pemerintah kota di Paris untuk merancang suatu alat uji yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan anak untuk berhasil atau gagal di sekolah. Alat ini juga digunakan untuk mengenali anak-anak dengan mental terbelakang dan membutuhkan bantuan ekstra. Saat itulah, tes kecerdasan standar yang pertama di dunia lahir.

Belakangan, peneliti lain mengembangkan teknik pemberian serangkaian pertanyaan kepada anak-anak. Mereka mencatat pertanyaan yang dapat dijawab dengan betul oleh hampir semua anak, pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh sebagian kecil, dan pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh seorang pun. Informasi ini digunakan untuk merancang sebuah tes yang akan membedakan tingkat-tingkat pengetahuan siswa, disusun sedemikian rupa sehingga skor 100 akan menunjukkan kecerdasan rata-rata. Gagasan bahwa kecerdasan dapat diukur secara obyektif dan dapat dilaporkan dengan sebuah skor akhirnya berakar. Hampir seabad kemudian, banyak sekali tes standar tersedia untuk beragam tujuan, dan semuanya didasarkan pada pemikiran Binet bahwa sebuah tes dapat menghasilkan angka yang menggambarkan seluruh kemampuan dan potensi seseorang.

Tentu saja, kita tahu ini omong kosong. Bagaimana mungkin seluruh kemampuan dan potensi seseorang dapat digambarkan oleh sebuah tes, apalagi sebuah angka. Tetapi masih banyak keputusan penting dalam pendidikan, termasuk apakah seorang murid dapat diterima di sebuah sekolah, sangat dipengaruhi oleh sebuah tes atau skor. Meskipun tes dan skornya dianggap tidak masuk akal, masih banyak orang terus menggunakan model IQ dan mengasumsikan bahwa ada ukuran yang bisa menilai kecerdasan individu.

Renungkan kalimat yang ditulis oleh John Lennon berikut!

“Saya menyadari apa itu jenius pada usia 8, 9, 10... Saya selalu bertanya, ‘Mengapa tidak ada seorang pun yang menyadari kalau saya jenius? Di sekolah, tidakkah mereka melihat bahwa saya jauh lebih pintar dari murid lainnya? Tidakkah mereka melihat bahwa para guru itu sebenarnya orang yang bodoh? Bahwa semua informasi yang mereka miliki itu sama sekali tidak saya butuhkan,’ Ini sangat jelas bagi saya. Mengapa mereka tidak memasukkan saya ke sekolah seni saja? Mengapa mereka tidak melatih saya? Saya berbeda, saya selalu berbeda. Mengapa tidak ada satu orang pun menyadari hal ini?”

Meskipun berbagai jenis tes IQ punya perannya sendiri dan dapat digunakan dalam banyak hal secara absah, sering terjadi penyalahgunaan dan penggunaan berlebihan. Penyalahgunaan dan penggunaan berlebihan terjadi karena IQ mudah digunakan, murah, dan diterima (bahkan ditunggu-tunggu) oleh masyarakat.

Tes prestasi dan tes IQ massal bisa sangat murah. Murid-murid melingkari jawaban mereka dan lembar jawaban itu dikirimkan untuk diperiksa dengan mesin. Tes yang relatif tidak mahal ini menarik karena banyak sekolah beroperasi dengan dana ketat dan masyarakat terbiasa dengan tes tersebut.

Kelebihan tes standar adalah bahwa tes ini dapat diandalkan, memberikan skor yang sama sepanjang waktu, dan dapat dibandingkan walaupun dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda. Kelemahannya adalah bahwa tes ini belum tentu absah; apa yang diukur mungkin berbeda dengan apa yang sesungguhnya ingin dinilai. Sebagai contoh, tes standar berformat pilihan berganda yang meminta siswa memilih wacana terbaik dari empat pilihan, mungkin saja menilai ketrampilan tertentu, tetapi jelas bukan ketrampilan menulis. Ketrampilan menulis hanya dapat ditentukan dengan meminta murid untuk menulis. Menilai kemampuan menulis siswa dengan menyuruh mereka memilih tulisan yang baik mungkin bisa saja diandalkan, tetapi tentu saja tidak sah.

Namun, masalah terbesar dari tes standar dan model IQ adalah tes-tes ini mengukur kecerdasan secara sempit, berdasarkan seberapa baik murid dapat membaca dan menghitung. Hanya sedikit dari kemampuan murid yang bisa dinilai, yaitu kecerdasan akademis saja, terutama kecerdasan berbahasa dan logika matematika. Meskipun patut disesalkan, kecenderungan menilai hanya kecerdasan berbahasa dan logika matematika tidaklah mengagetkan karena selama beberapa dekade, sekolah berfokus hanya pada kecerdasan akademis. Kecenderungan ini ditambah kenyataan bahwa relatif lebih mudah merancang tes tertulis yang bisa diandalkan (walaupun tidak selalu absah) untuk menilai kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Merancang tes yang dapat diandalkan dan absah untuk menilai bakat musik dan seni siswa, misalnya, jelas jauh lebih sulit dan lebih mahal.

Karena tes standar sangat terfokus pada kecerdasan akademis, tes ini dapat memperkirakan keberhasilan anak di sekolah di masa mendatang. Akan tetapi, keberhasilan di dunia nyata mencakup lebih dari sekadar kecakapan berbahasa dan logika matematika. Oleh karena itu, tes standar menawarkan informasi prakiraan yang kurang membantu tentang keberhasilan dalam kehidupan. Sudah sangat lama kita bersembunyi di balik tes “obyektif”, yang memberikan hasil konsisten dan dapat dipercaya, mengabaikan fakta bahwa tes ini hanya mengukur sepenggal kecil sebuah gambar.

Dan karena kita memusatkan tenaga pada hal-hal yang kita ukur, pada akhirnya kita memberikan perhatian penuh pada kecerdasan akademis, yang mudah diukur melalui tes pilihan ganda.

Hal yang Memengaruhi Perkembangan Kecerdasan

Seperti halnya kita percaya bahwa kecerdasan identik dengan hasil tes IQ, selama ini kita juga percaya bahwa kecerdasan semata-mata ditentukan oleh faktor genetik atau keturunan. Kepercayaan ini bertahan cukup lama hingga para ahli menemukan hal penting yang turut berperan dalam menentukan perkembangan kecerdasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Lingkungan

Lingkungan yang kaya akan stimulus dan tantangan dengan kadar yang seimbang dan ditunjang dengan faktor dukungan dan pemberdayaan, akan menguatkan ‘otot’ mental dan kecerdasan. Dr. Marian Diamond melakukan percobaan pada tikus dan membuktikan bahwa lingkungan yang kaya stimulasi sangat membantu pertumbuhan koneksi sel otak. Hal ini dapat terjadi pula pada manusia.

2. Kemauan dan Keputusan

Faktor kedua yang sangat erat hubungannya dengan faktor lingkungan adalah faktor kemauan dan keputusan. Kedua faktor ini adalah faktor motivasi. Motivasi yang positif akan muncul sejalan dengan lingkungan yang kondusif. Sebaliknya, bila lingkungannya sama sekali tidak kondusif atau menantang, otak yang paling cerdas sekalipun tidak akan dapat mengembangkan potensi intelektualnya.

3. Pengalaman Hidup

Menurut hasil riset terkini, potensi otak kita berkembang sejalan dengan pengalaman hidup, khususnya pada masa bayi dan kanak-kanak. Bayi yang lapar, lalu menangis, kemudian mendapatkan perhatian dan diberi susu, akan merasakan suatu perasaan sukses. Sebaliknya, bayi yang dibiarkan menangis dalam waktu lama tanpa mendapat perhatian akan merasakan kegagalan. Hal-hal kecil yang menunjukkan sukses maupun kegagalan yang dialami oleh anak, bila terjadi berulang-ulang akan menjadi suatu program yang menentukan seberapa besar potensi kecerdasan yang digunakan.

4. Genetika

Saat ini para pakar masih berbeda pendapat mengenai besarnya peran genetika atau keturunan dan faktor lingkungan dalam menentukan perkembangan kecerdasan. Namun, hasil riset di bidang ilmu kognitif dan neuroscience menunjukkan bahwa keduanya berpengaruh. Seperti yang telah dijelaskan, pengalaman hidup mempunyai pengaruh terhadap respons kognitif. Gen kita sebaliknya mempunyai pengaruh pada kewaspadaan, memori, kemampuan sensori, dan juga faktor kecerdasan lainnya.

5. Gaya Hidup

Entah kita sadari atau tidak, pilihan gaya hidup yang kita jalani sangat berpengaruh terhadap level perkembangan kognitif kita. Mulai dari makanan yang kita makan, orang yang menjadi kawan kita, jumlah jam tidur, olahraga, obat, minuman, merokok, seberapa sering kita menggunakan otak kita untuk berpikir, apa level berpikir yang kita gunakan, dan masih banyak faktor lain.

Stephen Ceci berdasarkan penelitiannya menemukan ada faktor lain yang memengaruhi perkembangan kecerdasan manusia. Faktor tersebut adalah sebagai berikut.

1. Sekolah

Anak yang tetap belajar di sekolah akan memiliki nilai IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang drop out. Untuk setiap tahun sekolah, terdapat peningkatan sekitar 3,5 poin. Ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang berperan dalam pembentukan kecerdasan.

2. ASI (Air Susu Ibu)

Air susu ibu ternyata sangat berguna untuk meningkatkan kecerdasan. Hasil penelitian Ceci, pada anak usia 3 tahun, menunjukkan bahwa anak yang diberi ASI mempunyai nilai IQ 3 hingga 8 poin lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak diberi ASI. Tidak ada yang tahu secara pasti mengapa ini bisa terjadi. Bisa jadi karena faktor sistem kekebalan tubuh yang ada pada ASI membantu kesehatan anak sehingga anak tidak mudah sakit. Dengan demikian, anak dapat belajar dengan lebih optimal. Selain itu, kandungan asam lemak Omega 3 dalam ASI sangat tinggi. Asam lemak Omega 3 ini yang digunakan untuk membangun membran sel dan juga selubung myelin yang menyelubungi axon dan meningkatkan kecepatan transmisi impuls listrik antarneuron/sel otak.

3. Nutrisi

Faktor makanan juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan. Riset terhadap satu juta siswa di New York City menunjukkan bila zat-zat tambahan (nutrisi) tersebut dikeluarkan dari makanan yang biasa dikonsumsi murid, maka segera terjadi kenaikan IQ sebesar 14%. Makanan yang mengandung zat pewarna, pengawet, dan perasa sintesis sangat tidak baik pengaruhnya.

Mengapa Orang Ber-IQ Tinggi Gagal?

Bicara kecerdasan memang sangat sulit. Setiap orang punya persepsi yang berbeda. Yang selalu orang pakai adalah patokan IQ. Umumnya orang berpendapat dan meyakini bahwa IQ yang tinggi merupakan jaminan keberhasilan hidup. Sebaliknya, IQ yang rendah akan sangat merugikan dan merupakan sebab utama orang gagal. Apakah benar demikian?

Kenyataan yang ada di masyarakat membuktikan IQ bukanlah jaminan. Memang benar kalau IQ sangat membantu keberhasilan dalam bidang akademik. Tapi, apakah IQ menjamin keberhasilan hidup di masyarakat? Kita sering melihat orang yang saat di sekolah dulu prestasinya luar biasa, apakah semuanya berhasil? Sebaliknya, apakah Anda mengenal orang yang dulu sekolahnya biasa-biasa saja, tapi sekarang telah menjadi orang yang sangat berhasil?

Ini membuktikan bahwa IQ bukanlah jaminan seseorang bahwa ia akan berhasil menjalani kehidupannya. Untuk itu, kita harus bisa memberikan bimbingan yang jauh lebih mengarah pada tujuan melatih dan mengembangkan potensi anak yang seutuhnya. IQ dan sekolah memang sangat penting. Namun, nilai bukanlah segalanya.

Yang paling penting adalah bagaimana kita menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki untuk bisa membantu menjalani kehidupan dengan lebih baik dan berhasil, karena “setiap manusia mempunyai lebih dari satu kecerdasan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar